Unsur - unsur dalam proses berdakwah



Untuk mendapatkan hasil yang maksimal tersebut diperlukan dukungan dari komponen-komponen atau unsur-unsur dakwah, yang dimaksud unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah, yang mana unsur-unsur itu saling berhubungan membentuk suatu kesatuan kolektif. Maksudnya suatu rangkaian kegiatan yang sambung menyambung dan saling berkaitan serta menjelmakan urutan yang masuk akal dan tetap terikat pada ikatan hubungan pada kegiatan masing-masing dalam rangkaian secara menyeluruh.[1]
Secara keimuan[2], dakwah memiliki lima unsur yang berkembang selama ini, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.         Subyek Dakwah (Komunikator/ Da’i)
Subyek dakwah adalah unsur terpenting dalam pelaksanaan dakwah. Subyek dakwah ini adalah setiap kaum muslimin tanpa kecuali sesuai dengan batas kemampuannya. Subyek dakwah dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk baik itu berceramah, berpidato, berdialog dan sebagainya tergantung kapasitas yang dimilikinya.[3]
Sebagai subyek dakwah atau pelaku dakwah seorang da’i harus memiliki keahlian dan kapasitas keilmuan, metode dan strategi dakwah agar mampu memotivasi dan menggerakkan hati orang lain untuk beriman. Karena itu pelaksanaan dakwah tersebut sangat diperlukan memiliki prasarat-prasarat tertentu untuk dapat menjadi juru penerang yang baik.
Untuk menjadi seorang pelaksana dakwah atau juru dakwah menurut Mahmud Yunus sebagaimana yang dikutip oleh Khusniati Rofiah seorang juru dakwah harus menguasai ilmu-ilmu sosial, sejarah umum, ilmu jiwa sosial, ilmu bumi, ilmu ahklak, teori dan praktek, ilmu perbandingan agama dan aliran-aliran serta bahasa (bahasa umat yang didakwahi)[4]sementara itu menurut Masdar Helmi sebagaimana yang dikutip oleh Dawam Raharjo seorang juru dakwah harus memiliki pandangan jauh kedepan, wawasan yang luas dan nalar yang kuat, selain itu juga harus memiliki kecerdasan dan ilmu, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang banyak dimiliki oleh masyarakat penerima dakwah.[5] Dalam hal ini, Datok Tombak Alam sebagaimana yang dikutip Khusniati Rafiah menggaris bawahi beberapa sifat yang penting dimiliki seorang da’i, sifat itu digali dan diambil dari sifat-sifat Nabi SAW, sebagai da’i yang paling sukses di dunia. Nabi Muhammad sebelum ditugaskan berdakwah lebih dahulu membina pribadinya dengan sifat-sifat :
a.         Shidiq: benar dalam berkata, berbuat dengan niat hatinya
b.        Fathanah: lurus dan jujur lahir batin
c.         Tabligh: mampu menyampaikan amal dakwah dengan lisan dan perbuatan.[6]
Dari uraian diatas Muhammad Zamroji menambahi beberapa sifat-sifat yang harus dimiliki oleh da’i atau pelaku dakwah adalah sebagai berikut :
a.         Iman dan Taqwa kepada Allah SWT
b.        Tulus Ikhlas dan tidak mementingkan kepentingan diri pribadi
c.         Murah hati, dermawan dan ramah
d.        Tawadlu’ (rendah hati)
e.         Jujur (Shiddiq)
f.         Tidak memiliki sifat ujub (sombong dan egois)
g.        Sifat antusias (semangat dan bersegera)
h.        Punya semangat berdakwah.[7]
Amin Akhsan Ishlahi menambahi beberapa hal tentang syarat-syarat menjadi da’i yang baik adalah sebagai berikut :
a.       Bersifat tulus dan Ikhlas dalam menyampaikan ajaran Islam serta meyakini kebenaran yang telah disampaikan
b.      Tidak cukup bil-lisan dalam menyebarkan agama tetapi perlu adanya perwujudan tingkah laku, karena dasar Islam bukan sekedar hafalan, tetapi keduanya harus diwujudkan
c.       Harus memberikan kesaksian pada agama yang diyakini secara tegas
d.      Tidak boleh memihak golongan tertentu
e.       Harus rela mengorbankan jiwa dan hartanya demi kepentingan syiar agama Islam.[8]
2.      Mad’u (Obyek atau Mitra Dakwah)
Mad’u atau penerima dakwah adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang bergama islam maupun yang belum Islam.[9] Semua menjadi objek dari kegiatan dakwah ini, semua berhak menerima ajakan seruan ke jalan Allah swt.
Hamzah Yakub sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Zamroji membagi beberapa kelompok obyek dakwah dari berbagai sudut pandang, diantaranya :
a.         Umat yang berfikir kritis. Mereka yang tergolong didalamnya adalah orang-orang yang berpendidikan dan berpengalaman. Orang-orang pada level ini hanya dapat dipengaruhi jika pikirannya mampu menerima dengan baik. Dengan kata lain berhadapan dengan kelompok ini, harus mampu menyuguhkan dakwah dengan gaya dan bahasa yang dapat diterima oleh akal sehat sehingg mau menerima kebenarannya.
b.      Umat yang mudah  dipengaruhi, yaitu masyarakat yang mudah untuk dipengaruhi oleh paham baru (suggestible)  tampa menimbang-nimbang secara matang apa yang dikemukakan kepadanya.
c.       Umat yang bertaklid,yakni golongan masyarakat yang fanatik buta bila berpegangan pada tradisi dan kebiasaan yang turun temurun.[10]
Dalam bukunya Masdar Helmy objek dakwah digolongkan dari berbagai sudut pandang, diantaranya :
a.       Jenis Kelamin, yaitu manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan
b.      Umur Manusia, yaitu terdiri dari anak-anak, pemuda dan orang tua
c.       Pendidikan Masyarakat, yaitu yang berpendidikan tinggi dan yang berpendidikan rendah
d.      Tugas pekerjaan, yaitu masyarakat yang terdiri dari petani, pegawai, pedagang, perawat dan seniman
e.       Ekonomi Masyarakat, yaitu terdiri dari orang kaya, orang miskin dan menengah.[11]
Sedangkan menurut Khusniati Rofiah, objek dakwah digolongkan berdasarkan responsi mereka ada 4 :
a.       Golongan simpatik aktif, yaitu mad’u (objek dakwah) yang menaruh simpati dan secara aktif memberi dukungan moril dan materiil terhadap kesuksesan dakawah
b.      Golongan simpatik pasif, yaitu mad’u (objek dakwah/ penerima dakwah) yang menaruh simpati tetapi tidak aktif memberikan dukungan terhadap kesuksesan dakwah, dan juga tidak merintangi dakwah
c.       Golongan pasif, yaitu mad’u (penerima dakwah) yang masa bodoh terhadap dakwah, tetapi tidak merintangi dakwah
d.      Golongan antipati, yaitu mad’u (penerima dakwah) yang tidak rela atau tidak suka akan terlaksanya dakwah. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk merintangi atau meninggalkan dakwah[12]
Maka dari itu, ada beberapa hal yang harus direkam dalam ingatan si pembawa dakwah (da’i), bahwa :
1.      Harus menguasai isi dari materi dakwah yang hendak disampaikan serta memahami inti dan maksud yang terkandung didalamnya
2.      Harus dapat menilai corak atau golongan apakah yang akan dihadapi sehingga dirinya bisa merasakan keadaan dan suasana, waktu dan tempat ia menyampaikan dakwah.
3.      Harus dapat memilih metode dan kata-kata yang tepat setelah memahami semua itu.[13]
3.      Metode Dakwah
Dalam melaksanakan suatu kegiatan dakwah  diperlukan metode penyampaian yang tepat agar tujuan dakwah tercapai. Karena hakikatnya metode merupakan pedoman pokok yang mula-mula harus dijadikan bahan pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaanya. Selain itu, dengan memahami hakikatnya, pemakai metode tidak mudah secepatnya memuja terhadap suatu metode tertentu karena keberhasilannya. Atau sebaliknya, tidak akan tergesa-gesa menyisihkan suatu metode gara-gara kegagalannya.[14]
Tujuan diadakan metodologi dakwah adalah untuk memberikan kemudahan dan keserasian, baik bagi pembawa dakwah maupun bagi penerimanya. Pengalaman membuktikan, metode yang kurang tepat mengakibatkan gagalnya aktivitas dakwah. Sebaliknya, terkadang permasalahan yang sering dikemukakan pun, bila diramu dengan metode yang tepat , dengan gaya penyampaian yang baik, serta ditambah aksi retorika (berpidato) yang mumpuni, maka respon yang didapat pun cukup memuaskan. Suatu dakwah dapat berhasil, bila ditunjang dengan seperangkat syarat, baik dari pribadi juru dakwah, materi yang dikemukakan, kondisi objek yang sedang didakwahi, ataupun elemen-elemen penting lainnya. [15]
Dalam Al-Qur’an, banyak ayat yang mengungkap masalah dakwah, namun dari sekian banyak ayat yang memuat prinsip-prinsip dakwah itu ada satu ayat yang memuat sandaran dasar dan fundamen pokok bagi metode dakwah, yaitu : QS. An Nahl (16) : 125
ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ ١٢٥
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”[16]

Dari ayat diatas ada tiga metode dakwah yang ditawarkan kepada Nabi Muhammad SAW yaitu bi al-hikmah (Kebijaksanaan), maw’idhah al-hasanah (tutur kata yang baik), dan mujahadah al-lati hiya ahsan (melalui tukar pikiran, diskusi, debat dan lain sebagainya)[17]
Tiga macam metode dakwah pada ayat diatas dipahami sebagian ulama yang harus disesuaikan dengan sasaran dakwah, yaitu :
a.         Terhadap cendekiawan yang memiliki pengetahuan tinggi diperintahkan menyampaikan dakwah dengan hikmah, yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka.
b.         Terhadap kaum awam, diperintah untuk menerapkan mau’izhah, yakni memberikan nasehat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai denga taraf pengetahuan mereka yang sederhana
c.         Sedang degan ahlul kitab dan penganut agama-agama lain, yang diperintahkan adalah jidaal atau perdebatan dengan cara yang baik, yaitu dengan logika dan retorika (berpidato) yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.[18]
Menurut Asmuni Syukir dengan mendasarkan pandangannya pada ayat yang telah disebutkan diatas, menyebutkan delapan metode dakwah yang bisa dipakai :
a.         Metode ceramah (retorika dakwah). Metode ini banyak diwarnai oleh ciri karakteristik bicara seorang da’i pada suatu aktivitas dakwah. Metode ini akan sangat efektif bila objek dakwahnya berjumlah banyak, da’inya ahli ceramah, dan cocok untuk dakwah dalam acara-acara seperti waliimatul ‘arusy.
b.         Metode tanya jawab. Metode tanya jawab adalah metode penyampaian materi materi dakwah dengan cara mendorong sasarannya (objek dakwah) untuk menyatakan suatu masalah yang belum dimengerti dan da’i berfungsi sebagai penawabnya. Metode ini dimaksudkan untuk melayani masyarakat sesuai dengan kebutuhan. Metode ini cocok tidak hanya dilaksanakan di masjid semata, tetapi juga cocokmelalui media radio, televisi maupun surat kabar.
c.         Metode mujaadalah (debat). Yang dimaksud adalah mujaadalah yang baik, adu argumen, namun tidak ngotot sampai menimbulkan pertengkaran. Metode ini dimaksudkan untuk menjelaskan kebenaran Islam bagi sasaran dakwah yang membantah kebenaran Islam. Metode ini harus ditekankan agar tidak menjadi laknat, sebaliknya diorentasikan untuk terwujudnya rahmat bagi kedua belah pihak yang berdebat.
d.        Percakapan antar pribadi. Metode ini bertujuan menggunakan kesempatan yang baik dalam percakapan bebas antara da’i dengan pribadi-pribadi yang menjadi sasaran dakwah. Metode ini menuntut kemampuan para da’i dalam mengarahkan pembicaraan
e.         Metode Demontrasi. Metode ini adalah berdakwah dengan memperlihakan contoh, baik berupa benda, peristiwa, perbuatan dan sebagainya
f.          Metode dakwah Rasulullah saw. Dalam menyebarkan ajaran Islam, Rasulullah menggunakan beberapa metode. Seperti dakwah dibawah tanah, dakwah secara terang-terangan, politik pemerintah, surat menyurat dan sebagainya
g.         Metode pendidikan dan pengajaran. Dalam definisi dakwah terdapat makna yang bersifat pembinaan, juga terdapat makna pengembangan
h.         Metode Silaturahmi. Metode ini digunakan oleh para juru penerang agama. Metode home visit (silaturahmi) ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu atas undangan tuan rumah dan atas inisiatif pribadi da’i.[19]
Sedangkan menurut Mamzah Ya’kub menyatakan bahwa metode dakwah menurut bentuk penyampaianya, dapat dibagi menjadi lima kelompok besar, yaitu :
a.         Lisan, termasuk dalam bentuk ini adalah Khutbah, pidato, ceramah, kuliah, diskusi, seminar, musyawarah, nasehat, pidato-pidato radio, ramah tamah dalam anjangasana, obrolan.
b.         Tulisan, termasuk dalam bentuk ini adalah buku-buku, majalah-majalah, surat-surat kabar, bulletin, risalah, kuliah-kuliah tertulis, pamflet, pengumuman-pengumuman tertulis, spanduk-spanduk.
c.         Lukisan, yakni gambar-gambar dalam seni lukis, foto, komik-komik bergambar
d.        Audio Visual, yaitu suatu cara penyampaian yang sekaligus merangsang penglihatan dan pendengaran, seperti sandiwara, ketoprak wayang.
e.         Ahklak, yakni suatu cara penyampaian langsung ditujukan dalam bentuk perbuatan yang nyata, umpamanya menziarahi orang sakit, kunjungan kerumah bersilaturahmi, pemangunan masjid dan sekolah, poliklinik, kebersihan, pertanian, peternakan dan sebagainya.[20]
4.      Materi Dakwah
Materi dakwah adalah pesan (message) yang dibawakan oleh subyek dakwah untuk diberikan atau disampaikan kepada objek dakwah. Materi dakwah yang biasa disebut juga dengan ideologi dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah.[21]Berpijak dari hal diatas,maka da’i sebagai subyek (pelaku) dakwah perlu mempersiapkan materi dakwahnya dengan mendalami isi Al-Qur’an yang mencakup ibadah, aqidah, syari’ah dan mu’amalah yang meliputi seluruh aspek kehidupan didunia ini baik yang berkaitan dengan kehidupan duniawi maupun ukhrawi.[22]
5.      Media Dakwah
Istilah media bila dilihat dari asal katanya (etimologi), berasal dari bahasa latin , yaitu median, yang berarti alat perantara. Sedangkan kata media merupakan jamak dari kata median tersebut. Pengertian sempatiknya media berarti segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat (perantara) untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan demikian media dakwah berarti segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan[23]
Menurut Hamzah Ya’qub, yang dimaksud media dakwah ialahalat objektif yang menjadi saluran yang menghubungkan ide dengan umat.Sungguh, suatu elemen yang vital dan merupakan urat nadi dalam total dakwah.[24]
Masdar Helmy dalam bukunya Problematika Dakwah Islam dan Pedoman Mubalig membagi media dakwah menjadi empat bagian, yaitu :
a.         Media cetak yang meliputi media massa, surat kabar, majalah, tabloid dan buletin
b.         Media visual seperti media yang dapat dilihat seperti lukisan, video, foto, VCD
c.         Media audiktif, yaitu media yang dapat didengar seperti radio, rekaman, tape recorder
d.        Media pertemuan yaitu segala macam pertemuan seperti halal bihalal, rapat, kongres, konferensi dan sebagainya.[25]


[1]  Nasaruddin Razak. Metodologi Dakwah. (Semarang . Toha Putra. 1976), 52
[2]  Ilmu dakwah adalah ilmu yang membahas bentuk-bentuk penyampaian ajaran Islam kepada seseorang atau sekelompok orang terutama mengenai bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia agar mereka menerima dan mengamalkan ajaran Islam secara kaffah (sempurna), lihat Muhammad Zamroji, Manhaj Dakwah Insan Pesantren,(Kediri, Kalam Santri Press.2012), 19
[3]  Khusniati Rofiah, Dakwah Jamaah Tabligh, 35
[4]  Ibid, 36
[5]  Dawam Raharjo, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Cendekiawan Muslim, (Bandung, Mizan, 1999), 382
[6]  Khusniati Rofiah, Dakwah Jamaah Tabligh, 37
[7]  Muhammad Zamroji, Manhaj Dakwah Insan Pesantren,  43
[8]  Amin Akhsan Ishlahi, Metode Dakwah Menuju Jalan Allah, (Jakarta: Litera Antara Nusa, 1985), 19-23
[9]  Khusniati Rofiah, Dakwah Jamaah Tabligh,  37
[10]  Muhammad Zamroji, Manhaj Dakwah Insan Pesantren,. 77
[11]  Masdar Helmy, Dakwah dan pembangunan,(Jakarta: Wijaya 1976), 59-61
[12]  Khusniati Rofiah, Dakwah Jamaah Tabligh, 37-38
[13]  Fathul Bahri An Nabiry, Meniti Jalan Dakwah (Jakarta: Sinar Grafika Offset 2008),231
[14]  Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, 100
[15]  Muhammad Zamroji, Manhaj Dakwah Insan Pesantren, 100
[16]  Al Quran dan Terjemahnnya, Depag RI, 421
[17]  Yunus dan Muafi, Manajeman Dakwah Dengan Tulisan,  53
[18]  Muhammad Zamroji, Manhaj Dakwah Insan Pesantren, 102
[19]  Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, 100
[20]  Hamzah Ya’kub, Publistik Islam: teknik Dakwah dan Leadership (Bandung, CV. Diponegoro1980), 47-48
[21]  Muhammad Zamroji, Manhaj Dakwah Insan Pesantren, 87
[22]  Khusniati Rofiah, Dakwah Jamaah Tabligh,26
[23]  Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, 163
[24]  Hamzah Ya’qub, Publistik Islam: Teknik Dakwah dan Leadership (Bandung, CV. Diponegogoro, 1981), 236
[25]  Masdar Helmy, Problematika Dakwah Islam, 19-22

0 Response to "Unsur - unsur dalam proses berdakwah"

Posting Komentar